Rabu, 13 Maret 2024

Tuyul Pengumpul Harta Kekayaan

Potret Onghokham dalam Buku Onze Ong

(Sumber: Sampul Buku Onze Ong, Komunitas Bambu)

Dalam suatu simposium sejarah di Cornell University, Amerika Serikat sekitar bulan Juli 1990. Sejarawan Dr. Onghokham menjadi salah satu pematerinya. Ia menulis tentang kepercayaan akan Tuyul dalam masyarakat Indonesia. Saat menjelaskan materinya, tidak semua orang tahu tentang Tuyul dalam simposium. Ia mengatakan “Tuyul is the black child with a bald-headed like me…” Sambil mengelus kepalanya yang gundul.

Almarhum Pak Ong sapaan akrabnya. Salah satu sejarawan nyentrik generasi pengajar sejarah tahun 60-an sampai 90-an. Cukup berani ia menulis tentang Tuyul. Apalagi dalam suatu simposium internasional. Apa yang ditulis Pak Ong, bagi sejarawan yang terlalu teoritis dan metodologis dianggap biasa saja.

Sebaliknya, dalam pengantar buku tulisan Onghokham berjudul Madiun dalam Kemelut Sejarah, Priyayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX, Peter Carey sejarawan dari Oxford University, Inggris memujinya. Peter Carey terkenang dengan ucapan Pak Ong. Mengatakan: “sejarah adalah studi tentang individu, bukan tentang struktur, sistem, atau institusi… pengalaman manusia kaya, amat kaya, untuk dikaji oleh suatu metodologi saja”. Ini yang kemudian menginspirasi Peter Carey menyusun disertasi S3 di Oxford tentang Pangeran Diponegoro dan Perang Jawa (2018: xix).

Sama dengan Peter Carey. Saya menulis sejarah juga banyak terpengaruh oleh Pak Ong. Terutama tentang historiografi. Pasca kemerdekaan, para Begawan sejarah menyusun historiografi indonesiasentris. Sebaliknya, Pak Ong tetap pada pendirian bahwa historiografi kolonial tidak boleh dikesampingkan, tulis Onghokham dalam kata pengantar bukunya berjudul Runtuhnya Hindia Belanda (1999: vii). Bagaimanapun juga sejarah kolonial adalah bagian dari sejarah nasional kita.

Sejarah itu berkisah tentang pengalaman manusia. Termasuk tentang Tuyul. Penulisan tentang Tuyul bermula dari penelitian Clifford Geertz. Seorang antropolog yang di tahun 1950-an meneliti masyarakat Jawa di Mojokuto (saat ini Pare). Saat itu ia sedang menempuh studi antropologi sosial di Harvard University, Amerika Serikat.

Informan dalam penelitiannya menyebut Tuyul adalah makhluk halus anak-anak. Tuyul tidak menggangu, menakuti orang atau membuatnya sakit. Justru Tuyul sangat disenangi manusia. Karena membantu manusia menjadi kaya. Tuyul bisa disuruh mencuri uang. Bisa menghilang dan bepergian jauh hanya dalam sekejap mata. Tentu tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari uang untuk tuannya, tulis Clifford Geertz dalam bukunya berjudul Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa (2014: 10).

Sebagian besar informan Geertz di Mojokuto, menyebutkan ada tiga orang kaya raya yang memelihara Tuyul. Seorang jagal kaya, perempuan pengusaha tekstil, dan saudagar kaya yang disebut haji (2014: 17). Penelitian Clifford Geertz merupakan karya etnografi yang menarik. Namun, untuk menjadi data sejarah dengan akurasi yang kuat tentu butuh data pembanding. Sangat mungkin, kebiasaan orang Jawa melihat orang lain (tetangganya) kaya dengan menuduhnya memelihara Tuyul. Hal ini yang kemudian melemahkan etos kerja orang Jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar