Jumat, 04 Agustus 2023

Raden Singgih Wirjosoegondho: Wedono Mojoagung (1935-1938)

Wedono Mojoagung Raden Singgih Wirjosoegondho Sekitar tahun 1937

(Sumber: F. A. W. van der Lip, 1937)

Raden Singgih, atau nama panggilan lainnya Wirjosoegondho pernah menjabat Wedono Mojoagung. Pada tahun 1935 sampai tahun 1938. Sebelum menjabat sebagai Wedono Mojoagung, beliau seringkali pindah tugas.

Dalam surat kabar Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 09 Desember 1927 disebutkan bahwa Raden Singgih atau nama lainnya Wirjosoegondho diangkat sebagai wedono di wilayah Karesidenan Madiun. Sebelumnya ia menjabat sebagai asisten wedono yang juga berada di wilayah Madiun. Berdasarkan berita tersebut, artinya beliau memperoleh kenaikan jabatan. Dari asisten wedono menjadi wedono.

Jika merujuk pada buku Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1929, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia, beliau diangkat sebagai Wedono Sumoroto, Kabupaten Ponorogo. Diangkat sebagai Wedono Sumoroto sejak 29 November 1927. Distrik Sumoroto dulunya merupakan Kabupaten. Namun, sejak tahun 1876 kabupaten tersebut dihapus oleh pemerintah kolonial, tulis Ong Hok Ham dalam bukunya berjudul Madiun dalam Kemelut Sejarah: Priayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX (2018: 102).

Raden Singgih Wirjosoegondho mulai menjabat sebagai Wedono Mojoagung pada 06 Mei 1935, seperti dimuat dalam buku Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1936, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. Berita pengangkatannya juga dimuat dalam surat kabar De Indische Courant, 08 Mei 1935. Dikabarkan jika beliau sebelumnya menjabat sebagai Wedono Lengkong, Nganjuk. Beliau menggantikan Wedono Mojoagung R. M. Hoeksamadiman yang dimutasi menjabat sebagai Wedono Sidayu, Surabaya.

Pada masa menjabat Wedono Mojoagung, Kerajaan Belanda sebagai pemilik Hindia Belanda sedang punya gawe besar. Pertunangan Putri Juliana dengan Pangeran Bernhard, yang dilaksanakan pada 08 September 1936. Kabar pertunangan itu kemudian dirayakan besar-besaran di Hindia Belanda, seperti tersajikan dalam buku karya F. A. W. van der Lip (1937), berjudul Nederlansch-Indisch Herinnerings Album: aan de Verloving en het Huwelijk van H.K.H. Prinses Juliana en Z.K.H. Prins Bernhard.

Termasuk dirayakan di wilayah Distrik Mojoagung. Pejabat publik dan penduduk turut memperingati peristiwa tersebut. Dilakukan arak-arakan, berbagai macam permainan, didirikan gapura peringatan, menghias jalan dan rumah, dan lain-lain.

Perayaan Pertunangan Putri Juliana dengan Pangeran Bernhard di Jombang dan Mojoagung 1937

(Sumber: F. A. W. van der Lip, 1937)

Setelah sekitar kurang lebih 3 tahun menjabat Wedono Mojoagung, beliau dimutasi ke wilayah Tuban. Dalam buku Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1939, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia tercatat bahwa sejak 26 Juli 1938 ia mulai bertugas di Landraad Tuban, Karesidenan Bojonegoro. Menjabat sebagai Ajun Jaksa di tempat tersebut. Bahkan, hingga buku Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1942 diterbitkan, beliau masih tercatat sebagai Ajun Jaksa di Tuban. Tampaknya, ia masih menjabat Ajun Jaksa di Tuban sampai berakhirnya pemerintah kolonial Hindia Belanda. Yang kemudian digantikan oleh pemerintah pendudukan Jepang mulai 08 Maret 1942.