Rabu, 14 Oktober 2009

Situs Trowulan: Wisata Sejarah Dan Pembangunan Masyarakat

Pariwisata adalah salah satu sumber ekonomi yang dapat dikembangkan di Indonesia. Selain pertanian, perkebunan, perdagangan, maupun industri skala kecil dan menengah. Karena riset dan pengembangan teknologi masih jauh tertinggal, maka pariwisata dapat dijadikan alternatif untuk mendapatkan devisa negara sekaligus sumber ekonomi bagi masyarakat.

Termasuk pengembangan pariwisata di Situs Trowulan Mojokerto. Dari potensinya, Situs Trowulan menyimpan banyak keunikan yang dicari banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Oleh karena itu, pemerintah melalui institusi yang terkait berencana membangun Majapahit Park. Di mana nantinya wisatawan dapat menikmati kekayaan peninggalan sejarah di Situs Trowulan, khususnya peninggalan sejarah kerajaan Majapahit dari abad ke-13 sampai ke-15 Masehi.

Sebenarnya tidak hanya wisata sejarah saja yang dapat dikembangkan di Situs Trowulan. Banyak potensi yang dapat dikembangkan, misalnya: wisata religi (spiritual), wisata budaya, wisata kuliner, dll. Wisata-wisata itulah yang perlu dikembangkan dan terus-menerus di sosialisasikan kepada masyarakat. Sehingga nantinya masyarakat dapat membuka peluang-peluang usaha yang berkaitan dengan pariwisata.

Pengembangan pariwisata ternyata memiliki kaitan erat dengan pembangunan masyarakat, khususnya di bidang ekonomi. Akan menyediakan banyak lapangan pekerjaan. Misalnya: usaha perjalanan wisata, pemandu wisata, penginapan, rumah makan, pentas seni-budaya, maupun penjual souvenir, dll.

Dengan banyaknya alternatif lapangan pekerjaan tersebut dalam pariwisata, masyarakat dituntut untuk terbuka dan memberikan pelayanan yang baik. Karena kunci pembangunan pariwisata bukan pada pemerintah maupun stake holder ataupun para akademisi (peneliti dan mahasiswa), tetapi pada masyarakat itu sendiri. Mau menerima perubahan atau justru menutup diri dari perubahan. Semoga mereka dapat berpikir? Wallahua’lam bi as-shawaab

Pesanggrahan Madjapahit, 11 Oktober 2009. Fendy Suhartanto, S.S.

Jumat, 11 September 2009

Pelajaran Tentang Kehidupan Dari Mahatma Gandhi

Seven Social Sins (Tujuh Dosa Sosial):

Politics Without Principle

Wealth Without Work

Pleasure Without Conscience

Knowledge Without Character

Comerce Without Morality

Science Without Humanity

Worship Without Sacrifice

(Quoted by Mahatma Gandhi in Young India: 1925)

Manusia modern saat ini mengalami begitu banyak problem sosial yang semakin kompleks. Parahnya mereka tidak sadar atau bahkan tidak merasakan sama sekali. Meskipun di sekitar kehidupan mereka perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang pesat. Namun kemajuan itu justru membuat pemikiran manusia sekarang semakin jatuh dan rendah. Bukannya menjadikan masyarakat semakin sejahtera, damai, aman, dan tenteram dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Masih terlalu banyak manusia yang memaksakan kehendak mereka kepada manusia yang lainnya. Maka, timbullah pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, misal: hak untuk hidup, hak untuk bekerja, sampai hak untuk memperoleh pendidikan. Selain itu, kurangnya sarana dan prasarana untuk menjalankan kewajiban-kewajiban masyarakat yang sesuai.

Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya teknologi yang tidak diimbangi dengan ilmu sosial dan humaniora. Seharusnya sebelum melangkah ketaraf pembangunan teknologi, manusia harus mempunyai dasar dan pondasi yang kuat tentang ilmu sosial dan humaniora. Yakni perlunya menanamkan perasaan cinta terhadap tanah air sekaligus arti penting tentang kemanusiaan.

Salah satu pelajaran penting itu bisa didapatkan dari perjuangan Mahatma Gandhi dalam menentang kolonialisme. Kehidupan masyarakat tidak akan harmonis jika ada yang disebut Gandhi dengan Seven Social Sin (tujuh dosa sosial). Memang kehidupan manusia tidak lepas dari kesalahan, bahkan seorang guru pun dapat berbuat salah. Namun yang paling penting adalah berani mengakui kesalahan itu, dan tidak mencari kesalahan orang lain. Atau juga tidak mencari kebenaran untuk dirinya sendiri dan kelompoknya.

Masyarakat selalu mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu akibat dari segala aktivitasnya. Tidak heran jika kemudian Allah SWT menurunkan kitab suci Al-Qur’an dan Hadits untuk dijadikan pedoman bagi umat manusia di muka bumi. Bahkan dalam kitab-kitab itu banyak menceritakan tentang kehidupan masyarakat di masa lampau. Yang masih menjadi pertanyaan adalah kenapa Allah SWT menyuruh umat manusia untuk belajar dari sejarah? Wallahua’lam bi as-shawaab.

Pesanggrahan Madjapahit, 9 September 2009 Fendy Suhartanto, S.S.

Senin, 07 September 2009

MOHAMMAD HATTA: DARI BUKITTINGGI SAMPAI NEGERI BELANDA

Hatta lahir di Bukittinggi tanggal 12 Agustus 1902. Kota kecil di Pulau Sumatera yang memiliki pemandangan sangat indah. Dataran tinggi yang dikenal dengan sebutan Bukit Barisan, ditambah suasana pedesaan dengan masyarakatnya yang harmonis. Sejak kecil orang tua Hatta sudah mempersiapkan pendidikan baginya. Orang tuanya ingin ia menempuh sekolah rakyat, naik haji ke Mekkah, dan sekolah di Kairo, Mesir memperdalam ilmu agama Islam.

Di Sekolah Rakyat, Hatta hanya bertahan 2 tahun saja, kemudian ia pindah ke sekolah Belanda. Sebelum pindah sekolah, Hatta merasa sedih berpisah dengan teman-temannya di Sekolah Rakyat. Ia akan merasa menjadi kaum minoritas di sekolah Belanda. Beliau pindah ke kota Padang untuk melanjutkan ke MULO (Meer Uitgrebeid Lager Onderwijs), setingkat dengan SMP sekarang, di sekolah ini banyak diajarkan bahasa asing, misalnya: Belanda, Perancis, Inggris, dan Jerman. Semasa sekolah di Padang ini, Hatta tercatat menjadi anggota Jong Sumatranen Bond, yaitu organisasi pemuda Sumatera yang kelak akan menjadi salah satu pondasi nasionalisme bagi bangsa Indonesia.

Meskipun Hatta diterima dalam ujian masuk HBS (Hogere Burger School), yaitu sekolah yang terutama didirikan untuk anak-anak Belanda dan yang sederajat dengan mereka. Namun beliau akhirnya melanjutkan ke PHS (Prins Hendrik School), yaitu sekolah dagang di Betawi (Jakarta sekarang). Di PHS beliau mulai belajar tentang ekonomi, bahkan pelajaran sejarah dagang sangat disukainya. Hatta menyatakan bahwa: Dr. Broersma guru sejarah dagang benar-benar menanamkan rasa untuk belajar sejarah, dan pelajarannya membakar hatiku untuk mempelajari sejarah.

Bulan Mei 1921 Hatta menempuh ujian akhir di PHS dan berhasil lulus. Ia mendapat peringkat 3 dan berhak untuk melanjutkan studinya ke Handels Hogeschool di Roterdam Belanda, yaitu sekolah tinggi dagang.

Sebelum berangkat ke Belanda ia pulang kampung dahulu. Baru pada tanggal 3 Agustus 1921 Hatta berangkat ke Belanda menggunakan kapal laut. Pada tanggal 5 September 1921 kapal tiba di pelabuhan Roterdam Belanda. Setelah beberapa waktu tiba di Belanda Hatta meneruskan kebiasaannya, yakni memborong buku.

Selama di Belanda Hatta adalah anggota Indische Vereeniging, yaitu perkumpulan mahasiswa Belanda yang nantinya akan memangku jabatan di Hindia Belanda. Kemudian organisasi ini berubah namanya menjadi Indonesische Vereeniging, dengan dalih bahwa mahasiswa semakin berani menentang penjajahan, dan mereka mulai masuk dalam dunia politik.

Setelah sekian lama ikut dalam organisasi pergerakan mahasiswa di Belanda, akhirnya Hatta pada tanggal 5 Juli 1932 dinyatakan lulus ujian doktoral. Memang selama studi Hatta membutuhkan waktu 11 tahun untuk lulus, biasanya hanya 5 tahun. Namun Hatta sejak awal di Belanda sudah terlibat dalam pergerakan mahasiswa dalam menentang penjajahan.

Jalan hidup Mohammad Hatta ternyata tidak menjadi ahli agama Islam seperti yang diharapkan oleh keluarganya dengan sekolah di Kairo Mesir. Tetapi menjadikannya seorang ahli ekonomi dengan belajar di negeri Belanda yang jauh dari dunia muslim, kemudian mengantarkannya menjadi salah satu pendiri sekaligus perumus kemerdekaan Indonesia.

Seorang anak muda dari kota kecil di Sumatera menjadikan dirinya mampu melanjutkan sekolah di negeri Belanda. Serta namanya menjadi catatan dalam sejarah Indonesia modern, sekaligus menjadi tokoh yang tidak akan pernah dilupakan sampai berakhirnya sejarah.

Pesanggrahan Madjapahit, Sabtu 5 September 2009 Fendy Suhartanto, S.S.

Senin, 25 Mei 2009

SITUS TROWULAN DAN POTENSI WISATANYA

Sampai saat ini, Situs Trowulan oleh para ahli arkeologi dan sejarah dianggap sebagai situs sejarah perkotaan kuno di Indonesia. Bahkan satu-satunya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Jika ingin mempelajari sejarah kota kuno di Indonesia, maka satu-satunya yang menjadi rujukan adalah peninggalan sejarah kerajaan Majapahit di Trowulan. Majapahit merupakan kota kuno yang telah ada sejak abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi. Dalam beberapa sumber, pusat kota Majapahit terletak di Antahwulan atau Trowulan. Sekarang ini menjadi wilayah Kabupaten Mojokerto, Propinsi Jawa Timur.

Banyak peninggalan sejarah yang menjadi bukti bahwa pusat kota Majapahit ada di Trowulan. Peninggalan tersebut, yaitu candi, patirtaan, pemukiman kuno, waduk, saluran-saluran air, maupun benda-benda sejarah lainnya.

Sebagai tempat yang memiliki nilai historis tinggi, Situs Trowulan harus dijadikan tempat tujuan wisata (destination). Dengan dikembangkan menjadi tempat wisata, tentu akan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitar wilayah Mojokerto.

Demikianlah, sejarah akan lebih bermanfaat, tidak hanya menanamkan rasa cinta terhadap tanah air. Namun, sejarah mempunyai nilai ekonomis yang sangat penting. Wallahua’lam bi as-shawaab

Pesanggrahan Madjapahit, Sabtu 23 Mei 2009. Fendy Suhartanto, S.S.

Jumat, 22 Mei 2009

MAKAM ISLAM KUNO DI MAJAPAHIT

Makam Troloyo merupakan salah satu Makam Islam kuno yang ada di pulau Jawa. Jika dilihat dari sejarahnya, Makam Troloyo sudah ada sejak abad ke XIV M. Dari Makam Troloyo membuktikan bahwa Islam sudah berkembang sejak masa kerajaan Majapahit. Artinya masyarakat Majapahit ketika itu sudah ada yang menganut agama Islam. Di sinilah keunikannya, bahwa kerajaan Majapahit yang berciri Hindu-Budha ternyata juga memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk memeluk agama yang sesuai dengan keyakinannya.

Dari kaitannya dengan sejarah masa Majapahit. Ternyata Makam Troloyo pun menjadi salah satu bukti awal penyebaran Islam di tanah Jawa. Khususnya daerah di pedalaman Jawa. Bahkan dari beberapa sumber lisan, ada yang menganggap bahwa Makam Troloyo merupakan sumber tertua tentang masuknya Islam. Terlepas dari benar atau tidaknya sumber ini, masih perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam. Serta dibandingkan juga dengan sumber-sumber yang lainnya.

Kenyataan menunjukkan bahwa Makam Troloyo merupakan sumber sekaligus saksi sejarah tentang perkembangan Islam di tanah Jawa. Mengalami perkembangan sampai saat ini, hingga menjadi destination atau semacam tempat tujuan wisata bagi masyarakat. Terletak di Dusun Sidodadi, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.

Dengan pengembangan pariwisata, maka Makam Troloyo akan memberikan manfaat bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar. Yang perlu disadari adalah pengembangan pariwisata juga harus memperhatikan kaidah-kaidah dalam ilmu pengetahuan, khususnya bidang arkeologi dan sejarah. Sehingga pengembangan pariwisata tidak merusak atau menghilangkan keaslian peninggalan sejarah tersebut.

Demikian sejarah akan bermanfaat jika digunakan untuk motivasi membangun dan maju. Wallahua’lam bi as-shawaab

Pesanggrahan Madjapahit, Sabtu, 07 Maret 2009. 01.00 WIB. Fendy Suhartanto, S.S.

Selasa, 17 Maret 2009

In Memoriam SMA PGRI 1 Kota Mojokerto

Pada sekitar bulan Mei tahun 2008 beberapa siswa dan siswi SMA PGRI 1 Kota Mojokerto mengikuti Festival Upacara Adat Se-Jawa Timur. Bertempat di kota Malang yang berhawa dingin. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata Propinsi Jawa Timur.

Dengan persiapan yang tidak lama, hanya sekitar dua minggu lomba dapat diikuti oleh Tim ini. Karena antusiasme siswa dan siswi SMA PGRI 1 Kota Mojokerto yang tinggi dan bantuan dari Kelompok Kanjeng Sunan, maka kegiatan lebih mudah dilaksanakan.

Alhasil usaha yang dilakukan oleh anak-anak dari SMA PGRI 1 Kota Mojokerto dapat membuahkan hasil. Mereka pulang dengan berani mengangkat kepalanya. Tanpa disadari mereka mendapatkan nominasi sebagai 10 Penyaji Terbaik Tingkat Propinsi.

Semoga peristiwa ini memberikan dorongan semangat untuk anak-anak SMA PGRI 1 Kota Mojokerto menjadi lebih baik di masa datang. Dengan Realistic Education seperti ini, semoga kelak menambah pengetahuan dan mengasah kecerdasan mereka, yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Serta yang lebih penting mampu meningkatkan SDM lulusan SMA ini. Wallahua’lam bi as-shawaab

Pesanggrahan Madjapahit, 16 Maret 2009. 20.00 WIB Fendy Suhartanto, S.S.

Selasa, 10 Maret 2009

Lantai Segi Enam

Lantai Segi Enam merupakan salah satu peninggalan pada masa kerajaan Majapahit. Yang diperkirakan sudah ada sejak sekitar abad ke XIII – XIV Masehi. Ini merupakan salah satu bukti tentang keberadaan masyarakat Majapahit. Bahwa masyarakat Majapahit sudah mampu membuat pemukiman dan tempat tinggal dengan cukup baik. Rumah-rumah mereka diberi lantai dengan batu bata merah yang dibentuk segi enam.

Bukti situs pemukiman kuno memberikan informasi bahwa masyarakat sudah memiliki kehidupan yang teratur. Masyarakat mengenal pembuatan tempat tinggal dengan batu bata merah. Bahkan ornamen-ornamen dan hiasan-hiasan dari tanah liat banyak ditemukan di sekitar pemukiman kuno masyarakat Majapahit. Situs ini terletak di Dusun Kedaton, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.

Peninggalan sejarah berupa pemukiman kuno yang terdapat lantai segi enamnya, merupakan bukti kemegahan peradaban Majapahit. Masyarakat Majapahit tentu sudah memiliki tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi pada masanya. Sehingga mereka mengisi kehidupan sehari-harinya dengan menciptakan dan menemukan seni tradisi yang tinggi.

Seharusnya masyarakat masa kini perlu belajar dari pengalaman yang pernah dilakukan oleh masyarakat Majapahit. Agar kita dapat lebih menghargai lingkungan alam sekitar. Dengan itu, kondisi kehidupan akan mengalami keseimbangan, antara manusia dengan tuhannya maupun masyarakat dengan alam sekitarnya. Wallahua’lam bi as-shawaab

Pesanggrahan Madjapahit, Sabtu 07 Maret 2009, 20.00 WIB. Fendy Suhartanto, S.S.

Selasa, 03 Maret 2009

Situs Umpak Jabung

Situs Umpak Jabung merupakan salah satu peninggalan sejarah pada masa kerajaan Majapahit. Yang diperkirakan dibuat dan didirikan pada sekitar abad ke XIII – XIV Masehi. Maka peninggalan sejarah ini sezaman dengan temuan-temuan candi di sekitar Trowulan yang juga sezaman dengan kerajaan Majapahit. Terletak di Desa Lebakjabung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.

Sampai saat ini belum ditemukan bukti tertulis ataupun prasasti yang dapat menceritakan Situs Umpak Jabung. Berkaitan dengan sejarahnya maupun fungsi dan kegunaannya. Namun dapat diperkirakan bahwa batu-batu umpak tersebut tidaklah sekedar dibuat tanpa alasan yang jelas. Sehingga batu umpak pada masa itu merupakan salah satu benda penting di sekitar kehidupan masyarakat masa kerajaan Majapahit. Hal yang mendukung bahwa batu umpak penting bagi kehidupan masyarakat Majapahit adalah letaknya yang tidak jauh dari pusat kerajaan. Situs Umpak Jabung merupakan salah satu tempat yang menjadi batas wilayah pusat kota Majapahit.

Ada berbagai teori dan pendapat tentang fungsi dan kegunaan batu umpak. Salah satunya adalah digunakan sebagai dasar pondasi untuk rumah pada masyarakat Majapahit. Kayu-kayu penyangga atap bangunan rumah diletakkan di atas batu umpak tersebut. Dari teori ini, dapat dikatakan bahwa Situs Umpak Jabung merupakan salah satu situs pemukiman dan perumahan kuno masyarakat Majapahit.

Bentuk batu umpak ini bersisi atau bersegi delapan dengan ukuran yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Jumlahnya di Situs Umpak Jabung ada lebih dari 30 buah. Di sekitar umpak-umpak itu terdapat tatanan dan pecahan batu bata merah dengan ukuran yang besar. Berserakan di sekitar batu umpak. Bahkan dibeberapa batu bata terdapat semacam hiasan berbentuk lingkaran.

Terlepas dari bukti tertulisnya yang belum ditemukan, sehingga sangat sulit ditentukan sejarahnya. Namun Situs Umpak Jabung adalah salah satu bukti peradaban kuno yang menunjukkan kepada generasi sekarang akan kemegahan masa lampau bangsa Indonesia.

Pesanggrahan Madjapahit, 24 Februari 2009. Fendy Suhartanto, S.S.

Selasa, 24 Februari 2009

Soe Hok Gie

Soe Hok Gie dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942. dan meninggal pada usia 27 tahun. Meninggal dipelukan puncak gunung Semeru tanggal 16 Desember 1969. tepat sehari sebelum ulang tahunnya. Dalam catatan hariannya ketika mendaki gunung Slamet, ia menulis suatu kutipan dari Walt Whitman yaitu, "Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth". Dengan mendaki gunung dan berinterakasi dengan alam akan memberikan sebuah kedamaian.

Menurut John Maxwell: Soe Hok Gie bukan partisan, dalam arti mengabdikan kegiatan intelektualnya bagi suatu kepentingan politik sempit. Tetapi ia juga bukan jenis intelektual yang mengelakkan keterlibatan dalam kancah politik. Seperti diakuinya, politik ibarat lumpur kotor, namun dalam keadaan mendesak, ia siap mencemplungkan diri ke dalamnya. Terjun dalam pergolakan politik tanah air pada tahun-tahun "60-an, Soe Hok Gie ikut mengambil bagian dalam gerakan perlawanan terhadap keotoriteran Sukarno. Ia menulis dalam surat kabar maupun selebaran gelap, dan pada tahun "66 aktif menggerakkan demonstrasi mahasiswa di jalan-jalan.

Itulah potret Soe Hok Gie, seorang intelektual muda yang konsisten melawan tirani sampai akhir hayatnya, dilukiskan dengan rinci oleh John Maxwell dalam buku ini, yang merupakan terjemahan disertasi doktoralnya Soe Hok-gie : A Biography of a Young Indonesian Intellectual.

Soe Hok Gie pernah menulis begini: Saya mimpi tentang sebuah dunia, di mana ulama - buruh - dan pemuda, bangkit dan berkata - stop semua kemunafikan, stop semua pembunuhan atas nama apa pun. Tak ada rasa benci pada siapa pun, agama apa pun, dan bangsa apa pun. Dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.

Khusus soal mahasiswa, menjelang lulus sebagai sejarawan, 13 Mei 1969, Soe Hok Gie sempat menulis artikel Mimpi-mimpi Terakhir Seorang Mahasiswa Tua. Dalam uraian tajam itu, ia menyatakan: ... Beberapa bulan lagi saya akan pergi dari dunia mahasiswa. Saya meninggalkan dengan hati berat dan tidak tenang. Masih terlalu banyak kaum munafik yang berkuasa. Orang yang pura-pura suci dan mengatasnamakan Tuhan ... Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa.

Demikian biografi singkat tentang Soe Hok Gie. Atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gie. Di era tahun 1960-an Gie menjadi seorang Sejarawan yang berani dan tetap konsisten dengan keyakinannya. Orang yang sangat sulit ditemukan di era sekarang ini. Demikianlah sejarah selalu memberikan pelajaran bagi sebuah bangsa. Bangsa yang perlu belajar dari masa lalunya.

Jumat, 13 Februari 2009

Patirtaan Tikus

Bangunan sejarah ini didirikan pada masa kerajaan Majapahit. Diperkirakan dibangun pada sekitar abad ke XIII - XIV Masehi. Bangunan ini lebih sesuai jika disebut dengan patirtaan. Karena di sekitar bangunan dikelilingi dan terdapat kolam air. Adapun fungsi patirtaan dalam masyarakat masa Hindu-Budha sebagai tempat mengambil air suci untuk upacara keagamaan. Serta fungsi lainnya sebagai pemandian atau kolam air.

Patirtaan Tikus menjadi sebuah objek wisata sejarah yang penting di Mojokerto. Tidak mengherankan jika kemudian Pemerintah Daerah mengembangkan potensi wisata ini untuk meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakatnya. Oleh karena pentingnya Patirtaan Tikus sebagai aset wisata dan sejarah-budaya masyarakat Mojokerto, maka perlu dilestarikan dan dipelihara oleh generasi sekarang dan yang akan datang.

Bukankah Bung Karno pernah mengatakan dengan ungkapan Jas Merah. Yakni sebuah akronim yang berbunyi "Jangan sekali-kali melupakan sejarah". Bahkan Bung Hatta juga pernah bilang bahwa "bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai sejarahnya". Semoga kita tidak pernah lupa dengan petuah itu. Wassalam