Jumat, 11 September 2009

Pelajaran Tentang Kehidupan Dari Mahatma Gandhi

Seven Social Sins (Tujuh Dosa Sosial):

Politics Without Principle

Wealth Without Work

Pleasure Without Conscience

Knowledge Without Character

Comerce Without Morality

Science Without Humanity

Worship Without Sacrifice

(Quoted by Mahatma Gandhi in Young India: 1925)

Manusia modern saat ini mengalami begitu banyak problem sosial yang semakin kompleks. Parahnya mereka tidak sadar atau bahkan tidak merasakan sama sekali. Meskipun di sekitar kehidupan mereka perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang pesat. Namun kemajuan itu justru membuat pemikiran manusia sekarang semakin jatuh dan rendah. Bukannya menjadikan masyarakat semakin sejahtera, damai, aman, dan tenteram dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Masih terlalu banyak manusia yang memaksakan kehendak mereka kepada manusia yang lainnya. Maka, timbullah pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, misal: hak untuk hidup, hak untuk bekerja, sampai hak untuk memperoleh pendidikan. Selain itu, kurangnya sarana dan prasarana untuk menjalankan kewajiban-kewajiban masyarakat yang sesuai.

Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya teknologi yang tidak diimbangi dengan ilmu sosial dan humaniora. Seharusnya sebelum melangkah ketaraf pembangunan teknologi, manusia harus mempunyai dasar dan pondasi yang kuat tentang ilmu sosial dan humaniora. Yakni perlunya menanamkan perasaan cinta terhadap tanah air sekaligus arti penting tentang kemanusiaan.

Salah satu pelajaran penting itu bisa didapatkan dari perjuangan Mahatma Gandhi dalam menentang kolonialisme. Kehidupan masyarakat tidak akan harmonis jika ada yang disebut Gandhi dengan Seven Social Sin (tujuh dosa sosial). Memang kehidupan manusia tidak lepas dari kesalahan, bahkan seorang guru pun dapat berbuat salah. Namun yang paling penting adalah berani mengakui kesalahan itu, dan tidak mencari kesalahan orang lain. Atau juga tidak mencari kebenaran untuk dirinya sendiri dan kelompoknya.

Masyarakat selalu mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu akibat dari segala aktivitasnya. Tidak heran jika kemudian Allah SWT menurunkan kitab suci Al-Qur’an dan Hadits untuk dijadikan pedoman bagi umat manusia di muka bumi. Bahkan dalam kitab-kitab itu banyak menceritakan tentang kehidupan masyarakat di masa lampau. Yang masih menjadi pertanyaan adalah kenapa Allah SWT menyuruh umat manusia untuk belajar dari sejarah? Wallahua’lam bi as-shawaab.

Pesanggrahan Madjapahit, 9 September 2009 Fendy Suhartanto, S.S.

Senin, 07 September 2009

MOHAMMAD HATTA: DARI BUKITTINGGI SAMPAI NEGERI BELANDA

Hatta lahir di Bukittinggi tanggal 12 Agustus 1902. Kota kecil di Pulau Sumatera yang memiliki pemandangan sangat indah. Dataran tinggi yang dikenal dengan sebutan Bukit Barisan, ditambah suasana pedesaan dengan masyarakatnya yang harmonis. Sejak kecil orang tua Hatta sudah mempersiapkan pendidikan baginya. Orang tuanya ingin ia menempuh sekolah rakyat, naik haji ke Mekkah, dan sekolah di Kairo, Mesir memperdalam ilmu agama Islam.

Di Sekolah Rakyat, Hatta hanya bertahan 2 tahun saja, kemudian ia pindah ke sekolah Belanda. Sebelum pindah sekolah, Hatta merasa sedih berpisah dengan teman-temannya di Sekolah Rakyat. Ia akan merasa menjadi kaum minoritas di sekolah Belanda. Beliau pindah ke kota Padang untuk melanjutkan ke MULO (Meer Uitgrebeid Lager Onderwijs), setingkat dengan SMP sekarang, di sekolah ini banyak diajarkan bahasa asing, misalnya: Belanda, Perancis, Inggris, dan Jerman. Semasa sekolah di Padang ini, Hatta tercatat menjadi anggota Jong Sumatranen Bond, yaitu organisasi pemuda Sumatera yang kelak akan menjadi salah satu pondasi nasionalisme bagi bangsa Indonesia.

Meskipun Hatta diterima dalam ujian masuk HBS (Hogere Burger School), yaitu sekolah yang terutama didirikan untuk anak-anak Belanda dan yang sederajat dengan mereka. Namun beliau akhirnya melanjutkan ke PHS (Prins Hendrik School), yaitu sekolah dagang di Betawi (Jakarta sekarang). Di PHS beliau mulai belajar tentang ekonomi, bahkan pelajaran sejarah dagang sangat disukainya. Hatta menyatakan bahwa: Dr. Broersma guru sejarah dagang benar-benar menanamkan rasa untuk belajar sejarah, dan pelajarannya membakar hatiku untuk mempelajari sejarah.

Bulan Mei 1921 Hatta menempuh ujian akhir di PHS dan berhasil lulus. Ia mendapat peringkat 3 dan berhak untuk melanjutkan studinya ke Handels Hogeschool di Roterdam Belanda, yaitu sekolah tinggi dagang.

Sebelum berangkat ke Belanda ia pulang kampung dahulu. Baru pada tanggal 3 Agustus 1921 Hatta berangkat ke Belanda menggunakan kapal laut. Pada tanggal 5 September 1921 kapal tiba di pelabuhan Roterdam Belanda. Setelah beberapa waktu tiba di Belanda Hatta meneruskan kebiasaannya, yakni memborong buku.

Selama di Belanda Hatta adalah anggota Indische Vereeniging, yaitu perkumpulan mahasiswa Belanda yang nantinya akan memangku jabatan di Hindia Belanda. Kemudian organisasi ini berubah namanya menjadi Indonesische Vereeniging, dengan dalih bahwa mahasiswa semakin berani menentang penjajahan, dan mereka mulai masuk dalam dunia politik.

Setelah sekian lama ikut dalam organisasi pergerakan mahasiswa di Belanda, akhirnya Hatta pada tanggal 5 Juli 1932 dinyatakan lulus ujian doktoral. Memang selama studi Hatta membutuhkan waktu 11 tahun untuk lulus, biasanya hanya 5 tahun. Namun Hatta sejak awal di Belanda sudah terlibat dalam pergerakan mahasiswa dalam menentang penjajahan.

Jalan hidup Mohammad Hatta ternyata tidak menjadi ahli agama Islam seperti yang diharapkan oleh keluarganya dengan sekolah di Kairo Mesir. Tetapi menjadikannya seorang ahli ekonomi dengan belajar di negeri Belanda yang jauh dari dunia muslim, kemudian mengantarkannya menjadi salah satu pendiri sekaligus perumus kemerdekaan Indonesia.

Seorang anak muda dari kota kecil di Sumatera menjadikan dirinya mampu melanjutkan sekolah di negeri Belanda. Serta namanya menjadi catatan dalam sejarah Indonesia modern, sekaligus menjadi tokoh yang tidak akan pernah dilupakan sampai berakhirnya sejarah.

Pesanggrahan Madjapahit, Sabtu 5 September 2009 Fendy Suhartanto, S.S.