Kamis, 02 Februari 2023

WHITE RAJAH DALAM FILM EDGE OF THE WORLD

Jonathan Rhys Meyers dan Atiqah Hasiholan Beradu Peran di Film Edge of the World

Sumber: https://filmthreat.com/reviews/edge-of-the-world-2021/

Kelangkaan rempah dan makin mahal harganya, mendorong bangsa Eropa menjelajahi samudera. Tak terkecuali pelaut-pelaut dari Inggris. Semenjak keberhasilan Sir Francis Drake (1543-1596) mengelilingi bumi. Dalam pelayarannya tahun 1577-1580. Mendorong pelaut-pelaut Inggris mengikuti jejaknya.

Barangkali kisah sukses itulah menjadi jembatan kolonialisme Inggris. Untuk menguasai jaringan pelayaran dan perniagaan rempah. Seperti bangsa-bangsa Eropa lainnya. Yang pada akhirnya saling berebut daerah koloni.

Sejarah kawasan Asia Tenggara, tidak dapat dipisahkan dari perebutan itu. Begitu pula kisah tentang Inggris. Terutama di wilayah Serawak, Pulau Borneo (Kalimantan). Yang dahulu menjadi bagian Kesultanan Brunei.

Kedatangan James Brooke (1803-1868) ke Serawak diangkat ke layar lebar. Dengan judul “Edge of the World”. Dibintangi oleh aktor Jonathan Rhys Meyers. Memerankan tokoh Sir James Brooke. Serta, aktris Indonesia Atiqah Hasiholan. Memerankan sosok Fatima, sebagai pendamping Brooke.

Kedatangan James Brooke di Serawak dalam Film Edge of the World

Sumber: https://www.fakta.id/film/sinopsis-edge-of-the-world-2021

Kedatangan Brooke di Serawak

Dikisahkan pada awal film, tentang Serawak yang kaya emas, batubara, dan rempah-rempah. Namun, negeri itu mengalami ketidakstabilan politik. Akibat seringnya pemberontakan. Para penguasa Melayu dan Suku Dayak kepada Sultan Brunei. Karena tidak mampu melindungi penduduknya dari serangan bajak laut (Lanun).

Keadaan itu yang ditemui James Brooke, ketika menjejakkan kaki di Serawak. Ia bukan seorang tentara yang dikirim Ratu Inggris. Apalagi pejabat di tanah koloninya.

Dalam buku tulisan Spencer St. John (1994), berjudul The Life of Sir James Brooke, Rajah of Sarawak, From His Personal Papers and Correspondence, dikatakan ia merupakan seorang pengembara. Tujuan awalnya untuk berdagang dan menyebarkan agama Kristen. Di pedalaman Borneo, Sulawesi, dan Papua New Guinea (hlm. 12-49).

Pada awal tahun 1839, menempuh perjalanan dari Inggris ke Singapura dengan kapal Royalist. Ia diminta Gubernur Singapura, George Bonham menyampaikan sepucuk surat kepada Pangeran Muda Hashim. Isinya ucapan terima kasih, karena membantu Pemerintah Inggris. Saat kapal Inggris karam di Sungai Serawak. James Brooke tiba di Kuching, Serawak pada 11 Agustus 1839.

James Brooke justru tertarik di Serawak, Borneo. Ketimbang berada di Sulawesi atau Papua New Guinea. Setibanya di Serawak, ia menyaksikan pemberontakan berlangsung. Dikutip dari General Correspondence Borneo, pemberontakan terjadi karena penduduk tidak puas terhadap penguasa. Menurutnya Pangeran Mahkota telah berbuat zalim (1842: 21-39).

Untuk memulihkan keadaan, Pangeran Muda Hashim meminta bantuan James Brooke. Tetapi permohonan tersebut ditolak. Dalam kisah film, ia tidak tertarik pada politik. Sehingga menolak permohonan tersebut. Brooke lebih tertarik pada tumbuh-tumbuhan dan hewan. Serta, mempelajari kebudayaan suku-suku di Serawak. James Brooke pun meninggalkan Serawak, Borneo.

Bungalow Sir James Brooke, Gubernur dan Raja Serawak Tahun 1858

Sumber: https://www.alamy.com/stock-photo-the-bungalow

Negeri Serawak Diperintah Rajah Putih

Kedatangannya yang kedua di Serawak, ia masih melihat pemberontakan. Brooke tetap dekat dengan pembesar Kesultanan Brunei. Hubungan baik itulah yang membuatnya leluasa masuk. Menembus hutan dan menyusuri Sungai Serawak. Ia menyaksikan sendiri penderitaan penduduk. Akibat pemberontakan yang tak kunjung berhenti.

Ketika Pangeran Muda Hashim meminta bantuan, ia pun langsung menerima. Apalagi, jika berhasil memadamkan pemberontakan mendapat hadiah. Negeri Serawak akan diberikan kepada James Brooke.

Mandat dan tugas itu dilaksanakan dengan baik. Pemberontakan pun dipadamkan. Ia berhasil menenteramkan keadaan di Serawak. Dalam waktu yang singkat. Tidak lebih dari dua tahun. Sultan Brunei membalas jasanya. Mengangkatnya menjadi penguasa Serawak. Memberi James Brooke gelar “Raja Serawak”, pada 24 September 1841. Brooke dijuluki sebagai “White Rajah”, atau raja putih.

Penyerahan Serawak kepada James Brooke dilakukan oleh Pangeran Muda Hashim. Dalam suatu perjanjian di antara keduanya. Dikutip dari Utusan Serawak, 3 Oktober 1950, di antara isi perjanjian itu adalah:

“… Pengiran Muda Hashim bin Almerhum Sultan Mahmud dengan ini menyerahkan kepada Tuan James Brooke akan Kerajaan Sarawak bersama-sama dengan jajahan-jajahannya, kehasilan-kehasilan dan semua tanggungan-tanggungannya.”

Perjanjian itu ada syaratnya. Bahwa Serawak tidak boleh diberikan kepada pihak ketiga. Tanpa persetujuan dari Sultan Brunei. Berdasarkan General Correspondence Borneo (1842: 24-25), James Brooke diberi wilayah dari Tanjung Datu ke Sungai Samarahan.

Peta Serawak Pada Masa Kepemimpinan Dinasti Brooke 1841-1946

Sumber: https://www.pinterest.com/pin/545217098629339034/

Vernon Mullen (1967), dalam bukunya The Story of Sarawak, menyebutkan James Brooke melakukan perluasan wilayah. Pada tahun 1853 dan 1861, mengambil wilayah Brunei. Mulai dari kawasan Batang Rejang sampai ke Sungai Balingian. Ia memperluas daerahnya ke kawasan timur Serawak (hlm. 54).

Kekuasaan James Brooke atas Serawak diakui oleh Amerika Serikat. Sebagai negeri yang merdeka pada tahun 1850. Kerajaan Inggris pun tahun 1864 turut mengakuinya. Bahkan, melantik seorang Konsul Inggris di Serawak.

“Raja Putih” James Brooke meninggal pada 11 Juni 1868 di Inggris. Dinasti-dinasti Brooke silih berganti berkuasa atas Serawak. Hingga dinasti Brooke terakhir, Charles Vyner Brooke (1874-1963) menyerahkannya kepada Kerajaan Inggris. Surat penyerahan itu ditandatangani pada 21 Mei 1946. Mulai berlaku pada 1 Juli 1946, bahwa Serawak menjadi bagian koloni Inggris.

Tahun-tahun Terakhir Sir James Brooke, Raja Serawak

Sumber: https://worldhistory.us/historical-biographies/