Hollandsch-Inlandsche School atau HIS di Mojowarno
(Sumber: Het Zendingsblad, Van De Gereformeerde Kerken in Nederland Januari 1922)
Di zaman digital ini, dunia pencitraan menjadi keharusan. Eits, tunggu dulu, tahukah kalian jika penjajahan Belanda di Indonesia selalu tercitrakan negatif. Paling tampak jelas adanya diskriminasi lho. Tapi itu tidak bisa digeneralisasi gaes. Tidak semua yang berkaitan dengan Belanda selalu negatif. Contohnya di Mojowarno.
Melalui misi-misi keagamaan oleh Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), citra Belanda boleh dibilang berdampak positif. Pada tahun 1851, NZG menjadikan Mojowarno sebagai pos zending. Di tempat ini citra kolonial yang negatif kalah dengan yang positif.
Nah, melihat sejarah dari perspektif Belanda itu juga penting. Onghokham (1999) dalam pengantar bukunya berjudul Runtuhnya Hindia Belanda, menyatakan sejarah kolonial tidak perlu dikesampingkan begitu saja. Kita harus mengakui bahwa pemerintah Belanda pernah ada di Indonesia dan merupakan sebagian dari sejarah kita sendiri (hlm. vii).
Beragam Jenis SekolahCitra positif terlihat pada misi keagamaan komunitas Kristen di Mojowarno. Salah satu tujuan dari misi zending adalah meningkatkan kebudayaan dan peradaban masyarakat. Dengan pelayanan di berbagai bidang kemasyarakatan. Seperti, pendidikan dan kesehatan.
Pada bidang pendidikan, di Mojowarno terdapat beragam sekolah. Dalam buku karangan C. W. Nortier (1939: 255-257), berjudul Onze Zendingsvelden: Van Zendingsarbeid Tot Zelfstandige Kerk in Oost-Java disebutkan beberapa sekolah yang ada di Mojowarno. Antara lain, Zendingschool atau Sekolah Kader (1851), Vervolgschool, Dessa-school, atau sekolah dasar (1854), Frobelschool, Sekolah Calon dan Taman Kanak-Kanak (1865), Sekolah Paramedis dan Juru Rawat atau Bidan (1895), Kweekschool, Naaischool, dan Sekolah Menjahit (1900), Hollandsch-Inlandsche School atau HIS (1919), Normalschool, Weefschool, dan Sekolah Tenun (1920), Sekolah Panti Wiraga (1934), Sekolah Panti Wara, Huishoudschool atau Sekolah Kepandaian Putri (1935), dan Opleidingschool (1937).
Ada banyak sekolah menunjukkan pentingnya daerah Mojowarno. Sekolah yang ada dapat dimanfaatkan oleh semua masyarakat. Seorang R. A. Kartini (1922: 412) dalam kumpulan surat-suratnya berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang, menyatakan: “sekiranja orang memperhatikan dengan sebaik-baiknja hal keadaan pengadjaran, pendidikan, sekolah d.l.l di Modjowarno dan hasil kebaikan sekolah disitoe. Mengapakah maka sekolah-sekolah jang baik seperti di Modjowarno itoe tidak didapati joega di negeri-negeri jang lain ditanah Djawa?.”
Pujian Kartini tersebut sangatlah beralasan. Adanya misi zending telah mengangkat peradaban dan kebudayaan masyarakat di Mojowarno. Khususnya, melalui pelayanan para misionaris di bidang pendidikan.
Pemeriksaan mata di Zendingziekenhuis Mojowarno Tahun 1930
(Sumber: Het Zendingsblad, Van De Gereformeerde Kerken in Nederland Januari 1930)
Rumah Sakit ZendingSelain pendidikan, misi zending yang bermanfaat yaitu pelayanan kesehatan. Sebelum adanya poliklinik dan rumah sakit zending, para misionaris sering membagikan obat-obatan. Mereka mendatangi rumah-rumah penduduk di Mojowarno dan sekitarnya.
Keadaan semakin baik dengan berdirinya poliklinik pada tahun 1882. Kemudian, pada tahun 1892 dibangun rumah sakit zending. Tahun 1894 pembangunannya selesai. Rumah sakit zending atau zendingziekenhuis diresmikan dan dibuka pada 6 Juni 1894. NZG pun menugaskan seorang dokter bernama dr. H. Bervoets.
Zendingziekenhuis Mojowarno melayani beragam masyarakat. Dalam buku tulisan A. P. Ketel (1934) berjudul 1894 tot 1934: Veertig Jaren Medische Zending, Zendingsziekenhuis te Modjowarno, Tevens Beknopt Verslag Over Het Jaar 1933, disebutkan pada 1 Januari 1933 sampai 31 Desember 1933, ada sekitar 4.289 pasien yang berobat ke rumah sakit. Terdiri dari 3.041 pasien laki-laki, 1.248 pasien wanita dan anak-anak. Para pasien terdiri dari 3.510 orang yang beragama Islam, 495 orang beragama Kristen, dan 284 orang menganut aliran kepercayaan (hlm. 42).
Pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan oleh misi zending, membuktikan jika bangsa Belanda tidak selalu tercitrakan negatif. Justru para misionaris telah melawan tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.