Trem yang Digunakan oleh Oost-Java Stoomtram Maatschappij (OJS)
(Sumber: G. H. Von Faber, Oud Soerabaia (1931: 204)
Pemerintahan Presiden Jokowi punya proyek kereta cepat guys. Jakarta-Bandung dibangun rel sepanjang 142,3 km. Nantinya dapat ditempuh hanya sekitar 36-45 menit. Eits, sekitar seratus tahun yang lalu kuda besi sudah melingkar di tanah Jawa. Pemerintah kolonial banyak membangun jaringan transportasi darat. Di Pulau Jawa, antar daerah terhubung jalur kereta api dan trem lho. Termasuk trem jalur Mojokerto-Ngoro.
Banyak dari jalur trem yang kini tidak lagi dapat disaksikan. Jalur trem Mojokerto-Ngoro sudah tidak tampak. Tertutup oleh aspal jalan raya. Bangunan-bangunan bekas stasiun dan gudang pun telah beralih fungsi. Di antaranya bahkan sudah hilang ditelan zaman.
Saat itu, pihak swasta banyak yang mengajukan konsesi pembangunan jalur kereta api dan trem. G. H. Von Faber (1931), dalam bukunya berjudul Oud Soerabaia: De Geschiedenis Van Indies Eerste Koopstad Van De Oudste Tijden Tot De Instelling Van Den Gemesnteraad (1906) menyebutkan bulan Maret 1882, A. C. Benninck Janssonius dan G. A. Oliver mengajukan lisensi pembangunan jalur trem Mojokerto-Ngoro (hlm. 203-204). Beberapa tahun kemudian pemerintah kolonial baru memberikan izin.
Jalur Mojokerto-Ngoro dikelola oleh Oost-Java Stoomtram Maatschappij (OJS), yang dibentuk pada 7 Juni 1888. Namun, perusahaan tersebut baru mendapatkan persetujuan oleh pemerintah kolonial pada 27 Juni 1888 (G. H. Von Faber, 1931: 204). OJS mengelola 2 jalur trem, pertama jalur Surabaya-Krian, dan kedua jalur Mojokerto-Ngoro-Dinoyo.
Pembangunan jalur Mojokerto-Ngoro dimulai pada awal tahun 1889. Jalur ini memiliki panjang 33,6 km. Pembangunan jalur tersebut dibagi menjadi dua seksi. Pertama, jalur Mojokerto-Mojoagung sepanjang 16,7 km. Kedua, jalur Mojoagung-Ngoro sepanjang 16,9 km. Berikutnya, pada tahun 1891 dibangun jalur Gemekan-Dinoyo sepanjang 7,8 km.
Proses pembangunan jalur trem Mojokerto-Ngoro dimuat dalam media massa saat itu. Yakni, majalah De Locomotief terbitan tanggal 21 Agustus 1889 (hlm. 353) dan 11 Februari 1891 (hlm. 156). Disebutkan bulan Juni 1889 pembangunan jalur atau rel trem sudah mencapai 22 km. Termasuk pembangunan jembatan sungai yang dilalui jalur trem ada yang panjangnya 40 meter. Pada 1 Oktober 1899, jalur Mojokerto-Mojoagung sudah dapat digunakan. Sedangkan, jalur Mojoagung-Ngoro mulai digunakan pada 1 Januari 1890. Setahun berikutnya proses pembangunan jalur trem Gemekan-Dinoyo dilaksanakan. Jalur tersebut mulai digunakan pada 5 Maret 1892.
Jalur Trem Mojokerto-Ngoro Tahun 1902
(Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/814245)
Trayek dan Tiket Trem
Trayek trem yang dikelola oleh OJS untuk jalur Mojokerto-Ngoro melalui beberapa halte dan pemberhentian (stasiun). Dalam buku panduan perjalanan tahun 1926, berjudul Officieele Reisgids der Spoor en Tramwegen en Aansluitende Automobieldiensten op Java en Madoera, Uitgave van 1 Mei 1926, berikut ini halte atau stasiun trem yang dimulai dari; Mojokerto Kali, Mojokerto Stasiun, Penarip, Kepindon, Kedungpring, Brangkal, Gemekan, Jati Pasar, Trowulan, Tanggalrejo, Mojoagung, Rosobo, Dukusari, Pasar Gayam, Selorejo (Pabrik), Mojojejer, Mojowangi, Pasar Mojowarno, Kayen, Guwo, Kertorejo, dan Ngoro. Dalam sehari, trem Mojokerto-Ngoro melayani 5 kali keberangkatan. Sebaliknya, Ngoro-Mojokerto juga 5 kali keberangkatan (1926: 192-193).
Dalam buku De Tramwegen Op Java, Gedenkboek Samengesteld Ter Gelegenheid Van Het Vijf en twintig-jarig Bestaan der Semarang-Joana Stoomtram-Maatschappij (1907), jalur Mojokerto-Ngoro untuk melayani penumpang dan barang. Sedangkan, jalur Gemekan-Dinoyo hanya untuk barang saja (hlm. 21). Untuk jalur Mojokerto-Ngoro, rata-rata pendapatan kotor harian per kilometer pada tahun 1890 sebesar f 1,59 gulden, tahun 1893 sebesar f 1,91 gulden, tahun 1896 sebesar f 3,13 gulden, tahun 1899 sebesar f 4,40 gulden, tahun 1902 sebesar f 3,45 gulden, dan tahun 1905 sebesar f 3,31 gulden (hlm. 92).
Tiket penumpang Mojokerto-Ngoro dibagi menjadi tiga kelas. Kelas 1, Kelas 2, dan Kelas 3 untuk penduduk pribumi. Pada tahun 1905, tiket Kelas 1 terjual 3.374, Kelas 2 terjual 30.159, dan Kelas 3 terjual 306.251 (1907: IV). Pengangkutan barang jalur Mojokerto-Ngoro-Dinoyo, seperti produk gula, kopi, tembakau, kayu, minyak, beras, dan lain-lain (1907: V). Keuntungan bersih per kilometer yang diperoleh OJS pada tahun 1905 adalah f 2,43 gulden (1907: VI). Berarti jika panjang jalur Mojokerto-Ngoro 34 km, maka keuntungan bersih yang didapat adalah f 81,64 gulden.
Bisnis transportasi darat terlihat cukup menjanjikan. Ini yang membuat banyak pihak swasta berusaha mendapatkan konsesi jalur trem. Tak terkecuali jalur Mojokerto-Ngoro yang dikelola pihak swasta (OJS).
Sayangnya jalur trem tersebut tidak mampu bertahan. Pasca kemerdekaan sudah tidak digunakan lagi. Membayangkan kalau trem itu masih ada hingga kini. Para pekerja dan anak sekolah berangkat dan pulang naik trem. Tentu, tidak akan terjadi kemacetan di jalan raya. Polusi udara pun dapat berkurang. Memang, perubahan sosial terkadang harus mengorbankan tatanan sosial yang telah mapan.