Orkes “Nafiri Tuhan” Mojokerto di Belanda tahun 1972
(Sumber: Leeuwarder Courant, 7 September 1972)
Seni musik sejalan dengan peradaban manusia. Tumbuh dan berkembang sepanjang perjalanan sejarah. Awalnya tidak dapat dipisahkan dari kesakralan. Namun kemudian mengikuti (menjadi) kebutuhan hiburan manusia.
Alat musik tradisional Indonesia kaya akan sejarah dan budaya. Termasuk angklung dan kulintang. Menurut Edy Sedyawati dalam bukunya berjudul Wawacan Barjah, mengatakan musik tradisional adalah musik yang digunakan sebagai perwujudan nilai-nilai budaya (1992: 23).
Alat musik angklung dan kulintang dapat dimainkan oleh anak-anak maupun orang dewasa. Dalam perkembangannya, alat musik ini berakulturasi dengan jemaat Kristen di Jawa. Bahkan menjadi salah satu bagian dari komunitas Kristen di Mojokerto.
Pada tahun 1970-an, grup musik tradisional anak-anak Kristen di Mojokerto cukup populer. Bernama “Nafiri Tuhan”. Seperti diberitakan surat kabar Leeuwarder Courant, 7 September 1972 bahwa grup ini mendapatkan kesempatan pentas di Belanda. Rencananya akan pentas pada Minggu sore 10 September 1972, di Kapel Bonifatius, Dokkum Belanda. Malamnya mereka akan pentas di Gereja Filadelfia, Zwaagwesteinde. Esok harinya pentas di pangkalan udara Leeuwarden, Belanda.
Grup musik tradisional “Nafiri Tuhan” mempersiapkan tur ke Belanda selama setahun. Memainkan alat musik tradisional tersebut dengan serasi dan enak didengarkan. Tur tersebut dalam rangka perayaan seratus tahun misi zending, tulis surat kabar Leeuwarder Courant, 7 September 1972.