Sabtu, 23 Maret 2024

AIR ANUGERAH BUKAN MUSIBAH: BELAJAR PENGENDALIAN AIR DI MAJAPAHIT

Letak geografis Trowulan sebagai Ibukota Majapahit

(dok: Alifah, dalam Inajati Idrisijanti, 2014: 46)

Hari-hari kini dan yang akan datang, air selalu menjadi persoalan penting. Seringkali diberitakan, air membawa malapetaka. Banjir menerjang berbagai tempat di Indonesia. Tidak mengenal kota atau desa. Hampir semuanya merasakan bencana banjir. Biasanya terjadi ketika musim penghujan pada masa puncaknya.

Namun, tetap menjadi persoalan juga saat musim kemarau tiba. Kemarau yang panjang mengakibatkan kelangkaan air. Di mana-mana, hampir di seluruh bagian wilayah Indonesia terjadi krisis air bersih. Inilah yang akhirnya membuat manusia justru menganggap air sebagai musibah.

Belajar dari imperium kuno yang berada di wilayah Mojokerto bernama Kerajaan Majapahit. Tentang pengendalian air. Dari segi geomorfologi, Penempatan ibukota Majapahit di Trowulan sebenarnya mengandung resiko tingkat tinggi. Penyebabnya keberadaan Trowulan di ujung kipas aluvial Jatirejo. Setiap musim penghujan akan cukup banyak tercurahkan material vulkanik ke arah ibukota Majapahit.

Hal itu dibenarkan oleh A. S. Wibowo dalam tulisannya di Majalah Arkeologi II/3, berjudul Fungsi Kolam Buatan di Ibukota Majapahit, menyebutkan ibukota Majapahit dahulu seringkali dilanda banjir. Banjir mengarah ke beberapa titik penting di sekitar ibukota kerajaan. Seperti; areal persawahan, pemukiman penduduk, tempat penyeberangan, dan lain-lain.

Foto udara terkait keberadaan kanal, saluran air, dan kolam

(dok: http://geoarkeologi.fib.ugm.ac.id)

Kurang lebih 800 tahun yang lalu, Majapahit telah berupaya melakukan pengendalian air. Penelitian Wanny Rahardjo Wahyudi berjudul Pengendalian Air di Kota Majapahit menyebutkan ada lima buah waduk, enam kanal yang jalurnya membujur dari utara ke selatan, delapan kanal yang jalurnya melintang dari barat ke timur (2003: 30-31).

Dari hasil penafsiran foto udara yang dibuat Bakosurtanal menunjukkan adanya tanggul dan saluran buatan yang membelokkan arah aliran sungai asli ke kanal-kanal, tulis Kardono Darmoyuwono (1981: 6) dalam laporan penelitiannya berjudul Penerapan Teknik Penginderaan Jauh untuk Inventarisasi dan Pemetaan Peninggalan Purbakala Daerah Trowulan Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Karina Arifin pun dalam makalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA IV) berjudul Sisa-sisa Bangunan Air Zaman Kerajaan Majapahit di Trowulan, menafsirkannya sebagai saluran pengelolaan air (1986: 176).

Adanya saluran irigasi buatan dan alamiah, material vulkanik yang terbawa banjir dapat dikendalikan. Perlu penataan ruang dan tata kota yang ramah. Agar dampak destruktif air dapat dikelola. Mitologi Samudramanthana merupakan pengendalian air dari aspek spiritual. Membentuk karakter manusia zaman Majapahit untuk berkolaborasi dengan alam, terutama soal air.