Sabtu, 31 Desember 2022

HIBURAN UNTUK RAKYAT

Relief Alat Musik Gamelan Gambang Pada Panil Candi Penataran Tahun 1297 Saka (1375 M)

(Sumber: I Nyoman Mariyana, 2019: 123)

Manusia memang tidak sempurna gaes. Siapa pun bisa keliru. Tak peduli seorang presiden pun. Ketika berpidato dengan teks naskah yang kurang tepat. Menyebut Bipang Ambawang. Kuliner khas Ambawang, Kalimantan Barat. Sebagai oleh-oleh pas Lebaran. Nah, itulah yang dialami Presiden Joko Widodo, atau Jokowi. Presiden Republik Indonesia ke tujuh.

Kekeliruan seorang presiden berpidato menjadi hiburan rakyat. Di kala merebaknya beragam hiburan. Televisi baik manual atau digital, yang menyajikan beragam seni. Rakyat jenuh dengan hiburan yang biasa. Makanya, pidato Presiden Jokowi menjadi hiburan rakyat. Di tengah suasana yang serba sulit. Himpitan ekonomi akibat pandemi.

Kisah tentang hiburan rakyat sudah ada sejak dulu. Zaman imperium kuno Majapahit. Raja Hayam Wuruk (1351-1389 M) peduli terhadap rakyatnya. Untuk dapat menikmati kesenian. Hal itu tertulis dalam Kitab Negarakretagama gubahan Mpu Prapanca (1365 M).

Dalam buku I Ketut Riana (2009), berjudul Kakawin Desa Warnnana uthawi Nagarakrtagama Masa Keemasan Majapahit. Berupaya menerjemahkan karya Mpu Prapanca, Kitab Negarakretagama. Penjelasan tentang hiburan rakyat ada pada Wirama 66. Berikut kutipannya:

“Sāsing kāryya mawēha tuṣṭa rikanang parajana winangun narēṡwara huwus,…” artinya: segala kegiatan untuk menggembirakan rakyat telah diselenggarakan oleh Baginda Raja (hlm. 328).

Meskipun tidak ada pidato kenegaraan yang tercatat secara tekstual. Tetapi, raja menghibur rakyatnya dengan cara lain. Melalui festival kesenian di kerajaan. Raja Hayam Wuruk ingin rakyatnya gembira ria. Bersama raja berbagi ceria. Menikmati berbagai kesenian. Di Majapahit, perayaan kesenian dilaksanakan setiap tahun. Saat itu, para raja vassal (raja daerah) datang ke ibukota Majapahit.

Pementasan kesenian di masa Majapahit dilakukan juga saat perayaan panen dan peresmian bangunan suci. Menurut P. E. J. Ferdinandus (2003), dalam bukunya berjudul Alat Musik Jawa Kuno menyebutkan bahwa pementasan kesenian selalu diiringi alat musik (hlm. 388). Seni pertunjukan yang dipentaskan masa Majapahit ada bermacam-macam. Seperti; perang tanding, ḡita (menyanyi), manretta (menari), dan mabanyol (melawak).

Dapat dibedakan antara seni pertunjukan dan seni musik. Pementasan seni pertunjukan tentu diiringi dengan musik. Meskipun, alat musik tidak disebutkan dalam pertunjukan tersebut. Namun, alat musik merupakan komponen pementasan kesenian dalam upacara dan perayaan, tulis P. E. J. Ferdinandus (2003: 388).

Kesenian memang setua peradaban manusia. Awal mulanya cenderung bersifat sakral. Karena bertujuan untuk sarana spiritual. Sejalan dengan perkembangan peradaban, seni pun menjadi hiburan. Tidak hanya dinikmati kalangan bangsawan. Rakyat jelata pun turut menikmatinya.

Bagaimana gembira ria rakyat dilukiskan dalam Kitab Negarakretagama. Setelah menikmati pementasan seni. Mereka riang gembira melihat arak-arakan Raja Hayam Wuruk bersama keluarga dan pejabat istana. Berikut kutipannya dalam Wirama 84, yaitu:

“Budhhinya dharadharan kapwa suka bangun wāhu manonton…” artinya: semua hatinya bersuka ria seperti buat pertama menonton (2009: 406).

Kegembiraan rakyat bagi Raja Hayam Wuruk sangat penting. Karenanya memberikan hiburan kepada rakyat adalah tugas mulia. Kerajaan tanpa rakyat bukanlah apa-apa. Setiap tahun baginda raja selalu mementaskan pertunjukan. Untuk hiburan rakyat.